Saturday 13 October 2012

Saloon Extra


Aku masih teringat ketika aku di Ampang ada sebuah saloon yang sering ku kunjungi paling tidak pun sekali sebulan memandangkan kerja aku sebagai penyelia tapak, yang tak menentu lokasi kerjanya. Tapi saloon ini yang paling suka aku lawati kerana perkhidmatan "lebih" yang ditawarkan iaitu layanan seks. Mungkin tak ramai orang yang tahu ataupun hanya membaca Harian Metro tanpa mengalaminya sendiri, salon-salon tertentu menyediakan layanan lebih ini di samping layanan standard kepada pelanggang mereka. Hanya salon yang mana diperlukan "rujukan" dari orang yang telah mengunjunginya sebelum itu. Salon-salon semacam itu tentu saja tidak terbuka kepada sesiapa pun terutama maklumat layanan lebihnya itu. Biasanya informasi itu datangnya dari mulut ke mulut dari regular customer. Begitu juga saya. Setelah mendapatkan informasi yang saloon "Arfah Beauty" di Bandar Baru Ampang menyediakan layanan lebih ini. Suatu hari bersama seorang kawan saya mengunjunginya dalam pukul 11 pagi, waktu bos mintak tengok projek sekolah kat Bukit Indah tapi alang-alang dah dekat terus ajak member yang biasa mengunjunginya itu. Dari ceritanya yang saya dengar dari kawan saya yang kakitangan saloon itu bersedia untuk "dipegang-pegang" dan bahkan mahu memberikan perkhidmatan urut batin kepada pelanggan.

"Silakan duduk, bang..", sambut seorang wanita setengah baya yang bernama Anne sambil tersenyum dan menunjukkan ruangan di mana kami berdua duduk. Ternyata Anne ni big bos kat sini, dalam hati aku sendiri aku berkata 59117;i la kot mak ayamnya? Di ruangan depan yang cukup luas itu bersusun-susun kerusi-kerusi saloon beserta dengan kelengkapannya. Di samping itu, terdapat ruang tamu yang tak begitu luas dan tersorok ke dalam agak tersembunyi. Di ruang tamu itu ada kaunter kecil berserta peti sejuk kecil dan 3 barisan sofa yang diduduki oleh 7 wanita muda. Kulebarkan pandanganku ke wanita-wanita muda itu. Ada yang lagi makan jajan, ada yang merokok, memotong kukunya sendiri, yang duduk diam saja dan ada yang sedang membaca majalah. Cepat saja aku "mengevaluasi" mereka semua, 3 orang di antaranya menarik perhatianku kerana tergolong cantik dan putih. Yang pertama, tinggi, putih dan cantik. Alis tebalnya dibiarkan lebat tak ditrim, kakinya panjang mulus dan blaus mininya yang memperlihatkan sepasang paha yang berbulu lembut "berbaris" rapi, buah dada yang hanya sedikit menonjol ala-ala peragawati. Yang kedua, lebih putih, sama-sama mulus, lebih pendek dan dada yang sedang. Ketiga, sama putihnya dengan yang pertama, tingginya di antara keduanya, tak begitu cantik, dada menonjol mempersona dibalut baju ketat. Selebihnya kubiarkan sebab tak menarik perhatianku langsung dan jatuh dalam ketegori tidak diinginkan.

Aku sedang menimbang-nimbang mana yang akan kupilih. Kalau ingin menikmati buah dada, jelas yang ketiga memenuhi syarat. Jika ingin paha dan kaki indah, tentu yang pertama. Kalau suka kulit yang betul-betul putih, pilih yang kedua. Kalau sudah dipilih, terus bagaimana pula? Sebab ruangan potong rambut itu terbuka, mana mungkin boleh pegang-pegang, apalagi diurut batin?
"nak potong rambut, atau rawatan kecantikan, bang?" tanya wanita separuh baya tadi.
"rawatan?" celah temanku.
"Iya..., rawatan muka, biar bersih, halus. Ini perawatnya", jawabnya sambil menunjuk ke wanita-wanita muda itu. "Mau sama Akma, Yanti, Fidah, Izah, pilih aja" lanjutnya.
"rawatannya kat situ ke?" aku membuka suara sambil menunjuk ke kerusi saloon.
"tak, di dalam ada bilik rawatan", jawabnya.
Berdua kami seperti terdiam sejenak. Mata kawanku sedang "meneliti" wanita ketiga. Rupanya dia suka buah dada.
"Mau sama Fidah ke bang" kata wanita tadi kepada temanku. Si dada molek itu Fidah namanya. Kawanku mengangguk.
"jom kita ke dalam. Tolong tunjukkan abang ni kat mana bilik rawatan!" Mereka berdua beranjak dari tempat duduk tadi, menyeberangi ruang depan menuju pintu di belakang.
"abang dengan siapa?" Aku menunjuk si "peragawati" yang ternyata Akma namanya. Aku sudah mengidam-idam ingin menikmati paha mulus berbulu halusnya.

Masuk pintu belakang itu kami membelok ke kiri, terdapat ruang-ruang bersekat dengan pintu dari kain putih gelap, mirip ruangan di katil hospital yang ditutup dengan tirai, cuma kali ni birainya sampai ke bawah.
"Masuk bang" sapa Akma.
Di ruangan yang tak luas itu terdapat satu katil di mana ada ruang meletakkan kepala semasa menekup muka dialas dengan kain berwarna pink, tak lupa juga aroma lilin wangi yang menusuk ke hidungku. Kemudian ada rak yang berisi peralatan saloon, juga ada pengering rambut, lampu macam lampu tidur, sinki dan tuala. Ini adalah kunjungan pertamaku, jadi aku tak tahu macamana procedurenya atau terus rogol je akma tadi? Jangan. Lihat situasi dulu, ronta benakku.

"Sering ke sini, bang?" tanya akma sambil mempersiapkan peralatan dengan membelakangiku dengan sepasang kaki yang memang mulus.
"Baru pertama kali ni" jawabku.
"Oh.., ya" katanya, masih membelakangiku. Walaupun tubuhnya tinggi langsing, akma punya kelebihan lain, punggungnya yang tak begitu lebar, menonjol kebelakang, dan membulat. Akma mengambil "baju" dengan gaya seperti kimono warna hijau muda. 59105;ang, tukar ye baju ni" perintahnya.
Aku melepas baju dan singletku sekaligus lalu memakai kimono itu. akma membantuku. Alisnya yang tebal menambah kecantikannya.
"Singletnya tak usah ditanggal" katanya. "tapi biar aja la, udah telanjur" sambungnya pula.
"seluar dalamnya jangan dilepaskan, biarkan aje kat dalam tu" perintah akma lagi. Aku menuruti saja. Tiba-tiba muncul ghairahku. Seluar dalamku kupelorotkan juga, Ina tidak tahu kelakuanku ini. Dalam keadaan yang hanya mengenakan kimono dan berduaan di kamar dengan akma, aku jadi terangsang. Batangku mulai bangun.
"Aik dah naik dah bendera bang" perli akma.
Bulatan bontot yang menggairahkan. Akma kupeluk dari belakang. Saja je kuasakan batangku di bulatan indah itu. Kini aku benar-benar tegang.
"eee..., dan jangan nak mengatal kita buat rawatan dulu", katanya sambil melepas pelukanku.

Aku telentang di katil yang muat-muat badanku itu. Akma berdiri di sisi bahagian kepalaku mulai membersihkan mukaku dengan kapas. Posisi yang sukar untuk berlaku "kurang ajar". Aku mulai mengutuk-ngutuk dalam hati kawanku. Katanya pegang-pegang pegang-pegang dan dilancap. Tadi couba kupeluk, ditolak. Tapi sempat juga sebelah tanganku menggapai pahanya.., halus..! tapi hanya sebentar, akma langsung menepis tanganku. Tak mau diganggu selagi kerja. Mungkin nanti kalau rawatannya selesai, kataku dalam hati menghibur diri. Sekarang mukaku dilumuri dengan cream, lalu dibersihkan dengan air. Aku ghairah lagi. Seolah tak sengaja, aku menyingkap kimonoku sehingga batang tegangku muncul. Sekilas akma memandang milikku itu.
"Iskhhh.., nakal..., ya", katanya sambil mencubit pipiku.
Aku bangkit setelah akma selesai melap mukaku dengan tuala kecil. Kupikir sudah selesai.
"sebentar dulu.., belum selesai.."
Kemudian mukaku dilumuri lagi dengan semacam krem tapi agak keras.
"Apa ni..", tanyaku
"Masker, tunggu sampai kering dulu. Jangan gerak dulu bang, juga jangan bercakap"
"Kenapa?"
"Supaya maskernya tak rosak. Tunggu sampai kering". Perintahnya dengan tiba-tiba..
"kebawah sikit ye bang", Aku memperbetulkan posisi dan akma berdiri di tepi pinggangku dari posisi asal di kepalaku. 59080;ni dia..., dah mula kot..!? pikirku.

Dengan keadaan berdiri, hadapan blaus mininya tergeser ke pinggang ku serta menampakkan sepasang paha mulusnya dengan utuh. Kubelai pahanya. Kali ini akma tak menolak. Ah, halusnya bukan main. Paha mulus berbulu halus memang sedap untuk dielus. Sementara Ina terus memperbetulkan mukaku dengan masker tu. Konsentrasiku ke pahanya. Tangannya kuraih kutuntun ke batangku. Acuh tak acuh je dia meramas-ramas batangku sambil terus mengomel pasal maskernya, seolah "tak terjadi apa-apa". Sementara aku sudah tak tahan. Dari paha tanganku pindah ke dadanya. Dada yang kecil, apalagi dengan posisi berdiri begini. Ina memakai baju ala sweater berlenggang pendek, dengan kancing di tengahnya sampai ke bawah. Kubuka 3 biji kancing teratasnya. akma "mengizinkan". Tanganku menyusup kebelakang branya mencari-cari puting susunya. Bicaranya berhenti setelah aku meramasi dada dan mengulik-ulik putingnya. Tapi gaya tak acuhnya tetap saja, meskipun hujung jari-jariku merasakan puting itu mulai mengeras. Demikian juga ketika aku menyingkap braya ke atas sehingga sepasang buah dada putih mulus itu terbuka. Seolah tak terjadi apa-apa, padahal tangannya mulai mengocok batangku. Aku memang tak tahan lagi, aku pun seperti hendak bangun cuba untuk memeluknya.

"Eehh, tunggu jap. Ini belum kering", katanya menunjukan mukaku. Aku kembali berbaring. akma masih meneruskan "pekerjaan" di batangku. Tanganku yang di dadanya beralih ke bawah, menyingkap blaus mininya lebih ke atas sehingga seluar dalam dan perutnya yang rata dan putih itu nampak. Kuusap perutnya, lalu bergerak kebawah tanganku menyusupi seluar dalamnya. Amboi-amboi..., bulu-bulunya itu lebat sekali! Dia tetap saja acuh tak acuh, meskipun telunjukku telah menekan-nekan clitorisnya! Dia malah memegang-megang masker di mukaku sementara aku menggosoki "pintu" yang sedikit membasah."dah kering..., bersihkan dulu ye..", katanya sambil tak acuh menarik tanganku dari seluar dalamnya.

Masker di mukaku ditanggalnya perlahan. Bentuknya seperti plastik putih. Dibilasnya lagi mukaku. Tiga kancing gaunnya masih terbuka. Branya hanya menutupi sebelah dadanya sehingga mataku lebih jelas menikmati puting merah jambunya. Lalu mukaku dilap, dan selesai. Akma kembali keposisi tadi. Kubuang kimonoku, dengan telanjang bulat aku tubuh tubuhku jadi tatapan dia. Batangku dah betul-betul mencanak, mulutku merayapi buah dadanya dan berhenti di puting untuk menyedut-nyedutnya.

Setelah puas mengeksplorasi dadanya, aku bangkit bermaksud melanjutkan untuk membuka kancing bajunya.
"Jangan..., tak boleh bogel".
"Saya kan dah bogel".
"abang boleh. Kalau nanti bos tahu, mau dibuang kerja".
"macamana saya dah tak tahan ni".
"dah..., macam ni aja.., saya lancapkan abang sampai keluar ye", akma bangkit meraih hand-body lotion. Aku disuruh menelentang. Aku tahu maksudnya, tapi aku menolak. Aku ingin hubungan seks. Akma masih ragu-ragu tentang itu, tapi mungkin bintang aku cerah hari tu semacam dia mengikuti je cakap aku berbanding tadi.
"ok lah..., asalkan saya tak bogel dan abang mesti pakai kondom".
"apa-apa je la", apapun oleh asalkan boleh aku menikmati puki akma, lagi pun koteku dah tegang begini.
"Mana kondomnya biar saya sarungkan kat sini..", menunjukkan akma ke batangku.
Inilah masalahnya kat aku, tadi mulanya niatnya konon-kononya nak pegang-pegang dan dilancapkan, Aku tak bawak "perlengkapan" ghairah pun."saya tak bawak la, boleh mintak kat luar ke" pintaku.
"gila, tak boleh bang, kalau tak dek bos mati saya", jelasnya.
"kalau mintak kat kawan-kawan kat luar tu kan tak boleh kot", pujukku.
"tak boleh bang, memang polisi saloon tak bagi main dengan pelanggang takat pegang-pegang dan urut batin boleh la.." tegasnya.
"tak yah pakai kondomlah..", pujukku lagi.
"ehhh... tak boleh ye bang", kata muktamad dari mulut akma.

Akhirnya aku mengalah. Aku berbaring telentang kembali. akma menuangkan lotion ke tangannya, lalu mulai melancapkanku, sementara tanganku meramasi dadanya. Akma memang sudah biasa kot melakukan masturbasi terhadap pelanggangnya. Tangannya berkerja seperti pro, kekadang meramas, mengurut, membelai perlahan, mempercepatkan kocakan, perlahan kembali. Aku tak keruan dibuatnya.., Sampai tiba ketikanya.., aku memancutkan maniku ke perutku sendiri...! Dengan cermat akma membersihkan batangku dan perutku dengan tuala basah.
"Thanks", katanya ketika aku menyelipkan wang RM50 kepada dirinya untuk perkhidmatan tadi.
"Datang lagi ya bang..., jangan lupa kondomnya" perlinya. Sambil keluar dari bilik itu, tak lupa aku juga melunaskan bayaran perkhidmatan standard kepada wanita separuh baya yang menyambut kami tadi."datang lagi ye, macamana tadi ada masalah apa-apa tak ", sahutnya.
"tak", aku menjawab sebegitu kerana mukaku menjadi betul-betul bersih.

Belum sampai seminggu aku kembali mengunjungi saloon itu dan terus ku pilih akma. Setelah melihatku, akma langsung menghampiriku dan duduk di sebelahku rapat-rapat. Tangannya di atas pahaku, Aku merangkul bahunya.
"nak buat rawatan muka lagi bang" ajak akma, kemudian mulutnya mendekati telingaku, "Saya bawa kondom", bisiknya.
"Saya bawa juga".
"ayooo..., bisik-bisik apa nih", sahut kawan-kawannya.
"Ada la..", Sahut akma Ina.
"Kawannya mana bang..", Kali ini aku memang datang sendirian.
"Ada, sebentar lagi datanglah", jawabku.

Disingkatkan cerita, kembali mukaku dirawat akma. Bezanya, kali ini akma menurut saja ketika aku "mengganggunya", walaupun sambil berkerja. Dan selama dirawat muka, batangku tegak terus. Plastik hasil masker tadi sudah ditanggalkan dari mukaku, akma sudah berbaring di sampingku, pakaiannya masih lengkap. Aku melepas kimonoku, bogel. Lalu kuambil kondom dari saku seluarkuku yang bergantung. Yang membuatku 'exciting' adalah, setelah aku dah pegang kondom tu, dalam keadaan masih telentang akma langsung terus memelorotkan seluar dalamnya. Hanya seluar dalamnya yang dilepaskan, yang lainnya masih lengkap. Lalu diangkatnya balaus mininya sedikit sampai ke perutnya saja. Bulu pukinya memang lebat. Segera saja jari-jariku menelusuri bulu-bulu lebat itu, terus ke bawah sampai ke pintu masuk pukinya, dan kugosok. Tanganku satu lagi sibuk menyingkap branya. Sementara tangan akma juga sibuk memasang kondom di batangku.

Saatnya telah tiba. Kubuka paha akma Ina lebar-lebar. Clitori merahnya jelas menonjol ke depan. Kutempatkan penisku yang sudah "berbaju" tepat di bawah tonjolan merah itu. Aku masuk. Agak susah juga, kerana akma belum basah rupanya. Maju mundur sebentar di sekitar pintu, lalu menusuk lagi. "Bleesss". Tekan lagi hingga seluruh batangku ditelannya. Berhubungan kelamin dengan memakai kondom ada plus dan minusnya. Kekurangannya, sentuhan penis tak langsung ke dinding vagina terakibat dari "rasa" yang berbeza. Kelebihannya, boleh lebih lama, dan bebas penyakit. Vagina akma sebetulnya "masih ada gripnya". Yang membuatku kurang senang adalah katil itu. Ketika aku memperkuat hayunanku, bangku itu mulai "berbunyi", sehingga akma menahanku khuatir kedengaran ke ruang sebelah. Goyangan pantat akma pun terbatas, khuatir bunyi. Untuk mengurangi bunyi, logiknya aku harus meminimumkan sentuhan badan kita pada katil tu. Makanya, dengan kedua tanganku, kuangkat punggung ina dengan dia membelakangi aku dan aku secara berdiri meneruskan hayunan aku. Dengan cara begini ternyata tusukanku menjadi lebih efektif. Yang kemudian membuatku "bakal naik ke puncak gunung", lalu terbang melayang... dan, sseerrr..., sseeerrr..., seerrr...

Akma dengan selambanya mencabut batangku. Dilepasnya kondom yang berisi dari batangku, kemudian dibungkusnya dengan tisu dan digenggamnya. Kemudian ia membetulkan branya, menutup zip, dan segera akma telah rapi kembali.
"kejap ye bang, buang ini dulu", katanya sambil keluar dari bilik dengan menggenggam tisu yang membungkus kondom berisi air maniku. Akma merapikan diri dengan cepat dan lalu keluar dari bilik itu untuk menghilangkan kecurigaan teman-temannya tentang apa yang baru saja kami lakukan, walaupun ia belum mengenakan seluar dalamnya! Aku telah menikmati layanan "plus"nya. Mulanya aku ingat hanya untuk pegang-pegang lalu dilancapkan, ternyata aku dapat lebih: hubungan seks. Tapi terbang la duit aku RM100 kepada akma.

Sewaktu aku sudah bersiap dan hendak pulang, aku kemukakan komplainku kepada akma tentang ketidakselesaan jika main atas katil rawatan muka ini.
"Lain kali bang ambil aja bilik mandi lulur, di situ ada tilam", katanya.
"bilik lulur? Apa tu?".
"bilik biasa saja, tapi ada pintunya yang boleh dikunci, tak macam bilik ni tirai je".
"kat mana?".
"Dari pintu tadi abang belok kanan, kalau belok kiri kan ke sini", jelasnya.

Benar juga. Disayap kanan bangunan itu ada 2 bilik yang tertutup. Tapi ada yang lebih menarik perhatianku dibanding bilik-bilik itu. Seorang wanita cantik, sangat putih, agak pendek sedang duduk sendirian di sebelah kamar itu. Blaus mininya yang pendek serta cara duduknya dengan kaki menyilang mempertontonkan pahanya yang benar-benar putih dan mulus. Siapa dia? Dalam dua kali kunjunganku ini aku tak pernah melihat wanita cantik ini. Aku bertanyalah kat taukeh dia tadi. Sambil tersenyum, aku tanyakan perihal si cantik itu.
"Lia, namanya. Nak kenalan ke? jom", sahutnya.
"bukan apa tak pernah nampak pun sebelum ini", tanyaku.
"ohh.. dia ni memang datang petang sikit", balas anne.

Aku pun berkenalan dengan Lia. Benar-benar cantik. Matanya, hidungnya, bibirnya, semuanya indah. Kulitnya putih mulus. Sambil bersembang dengan bersahaja, mataku sering menatap pahanya. Dia pun tahu kenakalan mataku, tapi macam akma acuh tak acuh aja. Ingin aku langsung membawanya ke "bilik lulur" tadi, sayangnya waktu amat mencemburui aku.
"Ok Lia, nanti saya datang saya ambik lia ye" kataku sambil menepuk pahanya. Haaluuus!
"boleh aje, saya tunggu ye bang", sahutnya.

Melihat wajah dan mulusnya Lia ini, aku pikir sepatutnya Lia tidak berkerja di sini. Dia lebih layak sebagai foto model. Kekurangannya hanyalah tubuh Lia pendek dan tak remaja lagi. Aku dapat mengagakkan umurnya sekitar 25 -28 tahun. Barangkali kerana kedua faktor itulah makanya Lia "kerja" di sini...! macamana agaknya ya "rasa"nya Lia ni?, terpacul soalan itu dalam benakku.

Selepas aku berjaya melakukan layanan lebih dengan lia di bilik lulur aku ditukarkan ke Melaka. Sayang sekali apabila aku mengunjungi kembali saloon itu pada bulan sudah ia sudah pun dikosongkan, dengar-dengar dari kawan aku yang si anne dah pencen jaga cucu, dan akma dan dapat jadi bini ketiga orang kaya dan membuka saloon halal juga di Ampang dan Lia hilang tanpa berita......

No comments:

Post a Comment